| Menu

Unknown Unknown Author
Title: Ikhtisar Fikih Jinayat Mengenai Jarimah
Author: Unknown
Rating 5 of 5 Des:
Ditulis oleh Sajadah Sukses pada Sabtu, Februari 27, 2010 Dalam cakupan fikih jarimah dalam syariat islam dikenal prinsip bahwa suat...
Ditulis oleh Sajadah Sukses pada Sabtu, Februari 27, 2010
Dalam cakupan fikih jarimah dalam syariat islam dikenal prinsip bahwa suatu perbuatan dapat dipandang sebagai jarimah jika telah dinyatakan dalam nash atau dengan bahasa kenegaraan,sesuatu perbuatan dapat dipandang sebagai jarimah jika telah diundangkan.
Dengan adanya prinsip tersebut macam jarimah dan sangsinya akan dapat diketahui dengan jelas dan pasti.dengan demikian orang akan berhati-hati agar jangan sampai melakukan jarimah yang akan berakibat penderitaan terhadap diri sendirinya juga.dari segi lain adanya prinsip tersebut akan mencegah terjadinya penyalah gunaan wewenang penguasa atau pengadilan untuk menjatuhkan suatu hukuman kepada seseorangt berbeda dengan hukuman yang akan dijatuhkan terhadap orang lain yang melakukan jarimahyang sama dengan motif yang sama pula.

Adanya prinsip tersebut dimaksudkan juga untuk memberikan kepastian hukum terhadap bermacam macam jarimah.jangan sampai suatu hukuman dijatuhkan terhadap sesuatu jarimah yang diatur kemudian.Meskipun demikian,dapat dikecualikan untuk hal yang dipandang yang amat besar bahayanya terhadap masyarakat.aturan dapat dibuat kemudian kemudian setelah perbuatan jarimah dilakukan,guna menjadi dasar hukum dalam hendak menjatuhkan hukuman.

Macam jarimah yang ditentukan ancaman pidananya dalam al-quran ialah pembunuhan, penganinayaan ,pencurian, perampokan, pemberontakan, zina, dan menuduh zina. Hadis naba saw.kecuali memberikan perincian jarimah-jarimah yang ditunjuk didalam al’quran tujuh macam tersebut,juga menentukan sangsi pidana terhadap dua macam jarimah lainnya, yaitu: minuman keras, dan riddah keluar dari agama islam.
Sebagai contoh kongkrit didalam QS al-baqarah188 disebutkan larangan makan harta dengan cara tidak sah,yang bentuknya disebutkan dengan jalan suap menyuap.Atas dasar adanya larangan tersebut dank arena al-quran tidak menyebutkan sangsi terhadap pelanggarannya,penguasa dibenarkan untuk membuat undang-undang yang mengatur jarimah suap menyuap misalnya lagi dalam sunah rasul disebutkan larangan bersunyi-sunyi antara laki-laki dan perempuan bukan suami istri dan juga bukan muhrimnya juna menjaga agar jangan sampai terjadi perjinahan.Atas dasar adanya larangan tersebut dan karena sunah rasul tidak menentukan sangsinya,penguasa dibenarkan mengeluarkan undang undang yang mengatur jerimah khalwat.

Dari uraian tersebut diatas jarimah hudud dapat diartikanyaitu jarimah yang diancam dengan hukuman hadd adalah hukuman yang telah ditentukan dalam nass al-quran atau sunah rasul dan telah pasti ancamannya serta menjadi hak allah,tidak dapat diganti dengan macam hukuman lain atau dibatalkan sama sekali oleh manusia yang termasuk njarimah ini ialah pencurian ,perampokan ,pemberontakan ,zina,menuduh zina ,minum-minuman keras dan riddah.
Adapun aturan hukum maupun unsure-unsur perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan jarimah yaitu apabila memenuhi beberapa sarat atau unsure-unsur sebagai berikut:

a.unsur formal,yaitu adanya nas atau ketentuan yang menunjuknya sebagai jarimah.unsur ini sesuai dengan prinsip yang menyatakan bahwa jarimah tidak terjadi sebelum dinyatakan dalam nas.Alasan harus adanya unsur ini antara lain firman allah dalam QS al isra:15 yang mengajarkan bahwa allah tidak akan menyiksa hambanya sebelum mengutus utusannya.Ajaran ini berisi ketentuan bahwa hukuman akan ditimpakan kepada mereka yang membangkang ajaran rasul allah harus lebih dulu diketahui adanya ajaran rasul allah yang dituangkan dalam nas.

b.unsur material,yaitu adanya perbuatan melawan hukum yang benar-benar telah dilakukan.Hadis nabi riwayat bukhari muslim dari abu hurairah mengajarkan bahwa allah melewatkan hukuman untuk umat nabi muhamad atas sesuatu yang masih terkandung dalam hati,selagi ia tidak mengatakan dengan lisan atau mengerjakannya dengan nyata.

c.unsur moral, yaitu adanya niat pelaku untuk berbuat jarimah.unsur ini menyangkut tanggung jawab pidana yang hanya dikenakan atas orang yang telah baliq, sehat akal, dan ikhtiyar(berkebebasan berbuat). dengan kata lain, unsure moral ini berhubungan dengan tanggung jawab pidana yang hanya dibebankan atas orang mukalaf dalam keadaan bebas dari unsure keterpaksaan atau ketidaksadaran penuh. Hadis Nabi riwwayat Ibnu Majah dari Abu Dzarr mengajarkan bahwa Allah melewatkan hukuman terhadap umat nabi Muhammad karena salah(tidak sengaja), lupa dan sesuatu yang dipaksakan kepada mereka.

Salah satu macam jarimah hudud yang akan kita bahas dalam ikhtisar ini ialah jarimah hudud tentang pencurian.Jarimah tentang pencurian diatur dalam QS al-maidah:38 yang mengajarkan”pencuri laki-laki dan perempuuan hendaklah kamu potong tangan mereka sebagai balasan atas perbuatan mereka dan merupakan hukuman pengajaran dari allah mahakuasa dan bijaksana.
Hadis nabi mengajarkan bahwa batas pemotongan tangan adalah pada pergelangan tangan dan pada tangan kanan.

Syarat hukuman potong tangan atas adalah:

a.pencurinya telah baligh,berakal sehat dan ikhtiyar.Dengan demikian anak-anak dibawah umur yang melakukan pencurian tidak memenuhi syarat hukuman potong tangan tetapi walinya dapat dituntut untuk mengganti harga harta yang dicuri anak dibawah perwaliannya sedangkan sianak dapat diberipelajaran seperlunya.Orang gila yang mencuri juga tidak dapat dijatuhi hukuman potong tangan demikian juga orang dewasa sehat akal yang melakukan pencurian atas dasar desakan ataupun daya paksa tidak dapat dijatuhi hukuman hadd potong tangan khalifaah ummar pernah tidak menjatuhkan hukuman potong tangan terhadap pencuri yang melakukan pencurian pada musim penceklik karena dirasakan adanya unsure keterpaksaan.

b.pencuri benar-benar mengambil harta orang yang tidak ada syubhat milik bagi orang tersebut. dengan dengan demikian, jika seorang anggota suatu perseroan dagang mencuri harta milik perseorannya, ia tidak dijatuhi hukuman hadd potong tangan karena ia adalah orang yang ikut memiliki harta perseroan yang dicurinya. demikian jugaa, pegawai negeri yang melakukan korupsi terhadap harta Negara sebab harta negarase4bab sebagai warga Negara ia dipandang ikut memiliki harta yang dicurinya, tetapi tidak berarti sikoruptor bebas dari ancaman pidana sama sekali. ancaman yang dapat dijatuhkan adalah pidadna ta’zir.

c.pencurin mengambil harta dari tempat simpanan yang semestinya, sesuai dengan harta yang dicuri. dengan demikian, orang yang mencuri buah pohon yang tidak dipagar tidak memenuhi syarat hukuman potong tangan. orang yang mencuri sepeda dihalaman rumah pada malam hari jugatidak dapat dijatuhi hukuman hadd potong tangan. orang yang mencuri cincin emas yang terletak diatas meja makan juga tidak dapat dihukum hadd potong tangan. namun., pencuri sapi dikandang diluar rumah memenuhi syarat dijatuhi hukuman hadd potong tangan sebab sapi tidak pernah dikandangkan didalam rumah. pencuri yang tidak memenuhi syarat hukuman hadd dijatuhi hukuman ta’zir.

d.harta yang dicuri memenuhi nisab. nisab harta curian yang dapatmengakibatkan hukuman hadd potong tangan ialah seperempaat dinar (seharga emas 1,62 gram). dengan demikian, pencurian harta yang tidak mencapai nisab hanya dapat dijatuhi hukuman ta’zir. nisab harta curian itu dapat dipikirkan kembali, disessuaikan dengan keadaan ekonomi suatu waktu dan tempat. sesuai keadaan ekonomi pada masa nabi, harta seharga seperempat dinar itu sudah cukup besar.

meskipun dapat pula dipahamkan bahwa kecenderunan untuk menetapkan nisab harta curian dalam jumlah amt kecil itu dimaksudkan untuk menghilangkan kejahatanpencurian yang amat merugikan ketenteramanmasyarakat, jangan sampai hak milik seseorang tidak dilindungi keselamatannya.

e.pencurian tidak terjadi karena desakan daya paksa, seperti wabah kelaparan yang orang mencuri untuk menyelamatkan jiwanya. Khalifah Umar bin Khaththab pernah tidak melaksanakan hukuman hadd potong tangan terhadap pencuri unta pada saat terjadi wabah kelaparan (paceklik).penuri yang demikian itu jika akan dijatuhi hukuman hanya dapat berupa hukuman ta’zir, atau dapat dibebaskan sama sekali, bergantung pada ppertimbangan hakim. dapat ditambahkan bahwa keadaan memaksa ini dapat terjadi juga dalam masyarakat yang keadaan sosialnya belum terlaksana dengan baik. misalnya, dalam masyarakat yang jarak antara kaum kaya dan kaum miskin terlalu jauh, jurang pemisah antara dua golongan itu amat dalam. di satu pihak terdapat orang kaya yang membelanjakan hartanya dengan cara bermewah-mewah, dilain pihak tersapat kaum miskin yang untuk memperoleh pekerjaan amat susah, untuk memperoleh rezeki sehari-hari amat sukar. dengan demikian, dapat kita peroleh kepastian bahwa pencurian yang terjadi dalam masyarakat yang belum mencerminkan keadilan social itu tidak memenuhi syarat untuk dilaksanakan hukuman hadd potong tangan. yang dapat dilaksanakan adalah hukuman ta’zir.

Sumber:http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/hukum-islam/ikhtisar-fikih-jinayat-mengenai-jarimah

Posting Komentar

 
Top